Ramli Cibro
Celana dalam adalah bahasa
tabu, namun ia cukup pasaran jika dilihat di pasar. Ia bisa menjadi barang
gelap atau barang terang sekalipun. Ada perasaan malu, atau was-was ada yang
liat setiap aku membeli celana dalam.Tapi ia dibutuhkan, dijejer rapi dengan bebas di jalan-jalan, dan diiklankan sedemikian rupa, oleh gadis-gadis cantik dan pria-pria gagah.
Ah... entahlah...
Suatu Pagi di sekitar tahun 2013 di sudut kota Jogja |
Ah... entahlah...
Tanpa kita sadari kita telah
memberikan perhatian lebih kepada celana dalam. Perhatian terhadap celana
dalam bahkan jauh lebih besar daripada orang-orang di dunia lain, maksud saya
di Negara lain. Ini bukan berarti bahwa kita adalah bangsa yang jorok, dan
bukan pula bangsa yang ngeres. Tapi perhatian ini menunjukkan pada sensitifitas
kita pada persoalan yang paling diributkan, yaitu masalah etika.