Saturday, 13 June 2015

ILMU MENURUT AL-GHAZALY



Orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit kebingungan tatkala menghadapi kata “ilmu”. Dalam bahasa Arab, kata al-‘ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya agar orang yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge.[1]
Abu Hamid Al-Ghazaly membagi klasifikasi ilmu (knowledge) kedalam dua bentuk yaitu wajib ‘ain dan wajib kifayah. Ilmu  yang masuk kategori Wajib ‘Ain berarti bahwa setiap orang wajib mengetahui sebatas kebutuhan dan tuntutan wajib untuk mengamalkannya. Ilmu Wajib ‘Ain ini meliputi ilmu ibadah, ilmu mu’amalat dan ilmu mukasyafah (ilmu sufi). Sedangkan wajib kifayah adalah ilmu yang apabila telah ada sebagian yang menuntutnya maka terlepas kewajiban bagi yang lain. Ilmu-ilmu yang masuk kedalam kategori ini termasuk ilmu budaya, pengobatan, politik dan lain. Pada tahapan selanjutnya, dunia Islam kemudian dikenal ilmu-ilmu agama (syari’ah knowledge) dan ilmu-ilmu umum (non-syari’ah knowledge). Selain itu mereka juga mengklasifikasikan ilmu kedalam ilmu-ilmu yang terpuji dan ilmu-ilmu yang tercela.[2]
Zaman dahulu orang Arab menganggap bahwa semua yang mendatangkan nilai fungsi (pragmatis)  baik terhadap agama, institusi politik, moral maupun tekhnologi dapat dikatakan sebagai ilmu. Belum ada pemisahan yang jelas antara teks wahyu dan hadits, filsafat, logika, mistik dan lain-lain. Itu semua karena ketika pengetahuan manusia belum sampai pada tingkat seperti yang terjadi pada masa revolusi industri di Eropa. Namun demikian, perkembangan ilmu pengetahuan di Arab menjadi batu loncatan bagi perkembangan pengetahuan di dunia yang sampai saat ini masih dapat dirasakan pengaruhnya.
Dalam tradisi menuntut ilmu, orang-orang Islam selalu berdo’a semoga diberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat saja dan dijauhkan dari ilmu-ilmu yang sia-sia apalagi ilmu-ilmu yang dapat mengantarkan pada kekufuran.


[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Pengetahuan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2013, hal 3.
[2] Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazaly, Ihya Ulumuddin, juz 1, Ihya Kitab Arabi, Tanpa Kota, Tanpa Tahun, hal 14-42. Lihat juga S Waqar Ahmed Husaini, Islamic Science, Goodword Book, New Delhi, 2002, hal 35-37.

No comments:

Post a Comment