Saturday, 25 April 2015

Namanya Dinda; Fiksi Bersambung (part II)



 Namanya Dinda. Tentu saja Dinda yang masih sama dengan pernah kudeskripsikan waktu itu. Yaitu; Seorang cewek culun, aktifis dakwah, berkacamata, dan mahasiswi jurusan tetangga. Cantiknya lumayan, kira-kira dapet point 6,5 atau 0,5 poin lebih tinggi dari Cewek dalam lagu Mata Indah Bola Pimpong-nya Iwan Fals). Jadi wajar donk kalau aku suka? Disini Sekali lagi ku tegaskan, Dinda itu nama Pesbuk, bukan nama sebenarnya. Disini nama sebenarnya disamarkan untuk melindungi orang yang tidak bersalah dari jahatnya Cinta....(Dalam beberapa hal, aku menganggap cinta itu jahat)
Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa kebanyakan kader dakwah pasti berpacaran. Entah darimana dalil yang membolehkannya, yang jelas ini merupakan sebuah fenomena yang mudah dijumpai. Menurut dugaanku Dinda-pun dah punya pacar. Terakhir kali aku bertemu dengannya, ia sedang jalan berdua bersama seorang pria misterius yang standarnya beda-beda tipis dengan aku. Mudah-mudahan itu bukan pacarnya. Dan jika benar? Artinya lagi-lagi ada yang mencuri start-ku.

Bukannya kalah start, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk mempacari  Dinda (he he he,,, Padahal kalaupun aku berniat, belum tentu Dinda-nya mau). Aku sangat menghormatinya. Aku menghormati Dinda dan gairah keagamaannya yang kuat. Aku menghormati Dinda dengan pengetahuannya yang luas. Aku menghormati Dinda dengan semangat hidup dan jiwa sosialnya yang tinggi, berbanding terbalik dengan pria aneh seperti aku. Dan tentu saja aku mengormati Dinda karena ia cantik.
Aku sangat menghormati cewek cantik dan tentu saja mengagumi mereka. Dalam pandanganku, Cewek cantik adalah tanda kebijaksaan penciptaan.  Seperti Adam yang merasa di surga ada yang kurang, tanpa kehadiran Hawa, akupun merasakan hal yang sama. Apapun itu akan terasa kering tanpa kehadiran Cewek Cantik. Persis seperti kata Lorenzo FerRary,"Without women, engine can never start." (Terjemahkan sendiri...)

Menurutku, cewek cantik ibarat bunga yang tumbuh mekar, dengan kuntum semerbak dan berwarna-warni. Bagiku, wanita cantik ibarat Master Piece dari semua ciptaan Tuhan yang ada di semesta. Jika dikatakan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, maka aku katakan bahwa cewek cantik adalah ciptaan tuhan yang paling indah.
Lalu bagaimana dengan cewek jelek? Maap pisan!! Aku kurang begitu tertarik memperhatikan cewek jelek. Bukan maksudku rasis atau merendahkan. Tapi ini persoalan selera, Bung..,,, dan 'Selera, tidak bisa dipaksakan! Aku menganggap cewek jelek sebagai The Chaos of Universe, atauThe Margin of Error, atau The System was Crash, lalu tiba-tiba terdengar tanda bahaya dari alarm system, “Evacuated!,,,,,,,,” “Evacuated!,,,,,,,” “Evacuated!,”,,, Aku segera berlari keluar ruangan dan berteriak, “Meide!,“ “Meide!,” “Meide!.” Dan sesaat kemudian,,,,,,, B(h)OOOOMM!!! (Dengan ‘h’ kecil).
Kita kembali ke Dinda,,,,
Namanya Dinda, baru di wisuda September 2013 kemaren. Jadi kira-kira jika sekarang aku berusia 26 tahun,  ia jelas 3 tahun lebih muda dariku. Karena pada dasarnya, ‘Tugas-tugas perkembangan-ku, selalu telat 3 tahun.’ (Tak usah aku ceritakan kenapa aku yang lulus SMA tahun 2006 namun baru bisa mencicipi perkuliahan pada tahun 2009).
Seperti Dinda, aku juga lulus di tahun yang sama, hanya saja aku tidak ikut wisuda. Bagiku, prosesi wisuda lebih mirip ritual pengukuhan anggota sekte Illuminasi. Jika anda suka menonton Movie bertema Bertema Konspirasi Global, Church, Satanisme atau Paganisme,  seperti Treasure of God tentu anda pernah melihat kemiripannya.
Aku lulus dan menggondol ijajahku pulang ke rumah dan menolak ikut wisuda. Orang tuaku terlihat agak kecewa, namun aku mencoba memberi pengertian dan mengatakan bahwa ritual wisuda itu hanyalah pemborosan dan menghabur-hamburkan uang.
 “Lebih baik nanti bapak dan ibu menghadiri wisuda S2, ku,” ngomongku, keceplosan. Ayah terlihat senang dengan ‘janji,’ latahku. Ibupun sedikit lega, semetara aku kebingungan. Bagaimana caranya aku mengekskusi janji S2?, padahal untuk menyelesaikan S1 pun udah kelabakan? Rupanya orang tuaku sangat ingin melihat aku memakai pakaian kebesaran Para Satanis. Pantes semua anak (kecuali aku) begitu semangat untuk wisuda (lebih semangat daripada kuliah), karena mereka ingin membuat orang tuanya bangga.
Kita kembali ke Dinda….
Sebelumnya pernah kukatakan bahwa aku me-request pesbuknya sebanyak dua kali. Di kehidupan nyata, aku juga berkenalan dengan Dinda sebanyak dua kali. Sekali ketika penerimaan mahasiswa baru 2013 di aula kampus, dan sekali lagi pada hari seminar proposal-ku, di saung  depan fakultas. Lagipula, aku tidak yakin ia akan mengingat namaku. Kali pertama aku mengenalkan diri, sepertinya ia lupa namaku, lalu aku memperkenalkan diri lagi untuk kali kedua. Dan aku ragu, jangan-jangan ia juga tetap lupa namaku.
Meskipun demikian, aku berharap bahwa kelak akulah yang akan menjadi jodohnya. Harapan itu akan selalu aku jaga sampai aku mendapatkan kabar bahwa dia sudah menikah dengan pria lain. Artinya; tidak ada gunanya lagi aku berharap dan berupaya untuknya. Dan aku akan segera mengalihkan bidikan.
Kakaku pernah menyuruhku berdo’a sebagai berikut:
“Ya. Tuhan. Jika Dinda memang takdir yang kau rencanakan untukku, pertemukan kami dengan jalan yang baik. Namun jika ia bukan takdir-ku, anugerahkan aku takdir yang lebih baik.”
Namun aku tidak yakin untuk mengucapkannya. Aku khawatir, jangan-jangan, ‘rencana,’ Tuhan malah berbeda dengan keinginanku. 

No comments:

Post a Comment