Saturday, 19 November 2016

TOILET DOSEN

Oleh RAMLI CIBRO
-Mantan Santri-


Suatu pagi yang dingin, suasana belum begitu ramai ketika aku bergegas menuju kampus.  Belum banyak yang lalu lalang, kecuali para security, petugas kebersihan dan para penjaga yang sibuk berbenah, mempersiapkan kampus supaya nyaman dikunjungi. Hari ini tidak ada kuliah pagi dan memang tujuanku ke kampus bukan untuk kuliah. Aku ke kampus pagi-pagi sekali mempunyai satu misi sangat penting.  Aku ingin ke toilet UIN karena kamar mandi di asramaku, airnya sedang kosong. 

Aku pergi ke salah satu gedung dan bergegas menuju kamar mandi. Tapi malangnya, kamar mandi tersebut terkunci. Akhirnya akupun menyeberangi jalan menuju gedung sebelahnya. Aku gembira melihat pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Akupun mencoba masuk. Aku sempat terkejut ketika membaca tulisan yang tertera di daun pintu, “WC KHUSUS DOSEN”. Aku terhenti sejenak namun karena kebelet yang semakin menjadi-jadi, akhirnya akupun menerobos masuk. Brak!!! Pintu dikunci dan Brot!!!Broot!!! Brooooot (Ahk, lega rasanya).
Sambil jongkok dan menunggu cemplungan berikutnya, aku melamun, merenungi kalimat yang tertera di pintu kamar mandi, “WC KHUSUS DOSEN”.
Secara kasat mata, tulisan tersebut terlihat biasa saja dan tidak perlu dipermasalahkan. Namun jika ditilik lebih lanjut, ada banyak tanda tanya yang tersirat disana. Ada banyak hal yang bisa direnungkan sebagai bahan acuan dari titik persoalan yang sedang menimpa kampus ini. Mungkin kalimat itulah menginspirasi berbagai faham dan aliran-aliran sosial. Bisa jadi, Adolf  Hitler, Benito Mussolini, Immanuel Kant, Karl Mark dan Napoleon bahkan Imam Ghazaly serta Ibnu Taimiyah, diutus ke dunia untuk mengurai ketimpangan yang terjadi karena masalah Toilet.
Aku pernah bertanya kepada Socrates. “Kenapa anda begitu gencar menyuarakan kebenaran sampai-sampai anda harus mendapatkan hukuman meminum racun?”.
“Aku tidak sedang menyuarakan kebenaran,” jawab beliau. “Aku hanya ingin bertanya, kenapa toilet mahasiswa dan toilet dosen harus dipisah?”.
Aku hanya diam mendengarkan.
“Ah, kenapa masalah sekecil itu harus kupersoalkan ?”. Beliau malah bertanya kepada dirinya sendiri. “Bukankah the war of gods (perang para tuhan) juga berawal dari keengganan para dewa untuk berbagi Toilet Surga dengan kaum Titan yang suka berlama-lama kalau lagi buang air?” Beliau membatin.
“Tuhan?” sinis Nietzsche, seorang filsuf Jerman.
“Ia hanyalah dongeng para pendeta untuk melanggengkan kekuasaan atas toilet gereja!” Dengan kesal ia tiba-tiba berteriak. Mungkin ia kesal pada mereka.
“Kenapa sich, toilet mesjid juga ikut-ikutan ditutup!!!?”, akupun ikut-ikutan berteriak.
“Maaf, Toiletnya-nya sedang rusak”, ujar Ketua DKM
“Tapi khan masih baru?” sergahku melihat beberapa toilet itu pintunya di kunci.
“Semakin banyak toilet yang di buka, semakin banyak toilet yang akan kotor,” tiba-tiba suara entah darimana, menyeringaiku.
Jika ditelusuri, madhab kapitalis  mungkin muncul dari keengganan sebagian elit untuk berbagi lubang kotoran dengan rakyat jelata (baca; mahasiswa). Mereka menuntut hak-hak istimewa sebagai konsekwensi dari strata sosial tinggi yang telah dicapai. Mereka adalah pengagum faham seleksi alam Charles Darwin. Menurut mereka, manusia diciptakan untuk berlomba dan saling mengalahkan satu sama lain. Yang menang, layak mendapatkan hak-hak istimewa dan yang kalah tidak perlu berurai air mata, karena memang, inilah toilet. Maaf, maksudku, inilah dunia.
Faham sosialis komunis bahkan muncul sebagai anti-tesis dari faham-faham sebelumnya. Ketika kaum borjuis mendapatkan berbagai hak-hak istimewa sementara kaum buruh terperas dan menderita, muncul sekelompok orang menelurkan ide-ide persamaan derajat, sama rasa dan sama rata. Mereka kemudian melakukan perlawanan, menuntut persamaan hak dan kewajiban termasuk persamaan ‘hak guna pakai’ atas toilet umum. Walau pada akhirnya harapan mereka hanyalah isapan jempol karena stratifikasi toilet merupakan hukum alam yang tidak bisa dibantah.  
 “Pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang mau memberikan teladan, bagaimana cara menggunakan toilet yang baik dan benar serta menyediakan toilet buat rakyat”, Konfusius, seorang filsuf Cina bersabda.
Kalau begitu, aku ingin membangun Toilet yang nyaman untuk rakyatku,”Presiden Venezuela, Hugo Chavez berpidato.
“Anda benar”, ujar Lao Tze, guru bijaksana yang kabarnya telah menjelma menjadi seorang dewa. ”Pemimpin yang baik memang seharusnya melayani, bukan minta dilayani, apalagi meminta hak istimewa atas penggunaan toilet”. Tambahnya.
“Tapi aku gagal”, Fidel Castro, Presiden Kuba mengeluh.
“Gara-gara kebijakanku menetapkan persamaan hak atas penggunaan toilet, banyak orang kaya yang tidak sudi. Mereka lari dan membawa toiletnya ke Miami”. Terangnya.
Baiklah…
Boleh jadi, berbagai ajaran tasawuf semisal zuhud dan wara’ juga muncul dari stratifikasi toilet. Ia muncul sebagai peringatan bagi mahasiswa supaya tidak  makan secara berlebihan karena nanti mereka akan kesulitan mencari toilet. Mereka harus sadar, bahwa selain karena pengkhususan Toilet Dosen, juga ada beberapa toilet yang digembok agar tidak dikotori oleh mahasiswa.
Hal ini bukan mengada-ada. Dalam sejarah terbukti bahwa kemunculan Al-Ghozaly berbarengan dengan prilaku eksklusif para penguasa Islam. Dimasa itu mulai muncul istilah “mesjid pribadi”  atau  “mesjid di dalam rumah” sebagai indikasi keengganan penguasa untuk duduk berdampingan melaksanakan jama’ah dengan rakyat jelata.
Untungnya, kampus ini belum mempunyai fakultas kedokteran. Jika hal ini benar-benar ada, teori pertama yang akan muncul di kampus hijau ini adalah,
Mahasiswa lebih rentan terkena penyakit karena makanan yang kurang bergizi dan tempat tidur yang kurang empuk. Supaya penyakit mahasiswa tidak menular kepada dosen, salah satu alternatifnya ialah memisahkan toilet dosen dan toilet mahasiswa”.
Akhirnya frase Toilet Dosen tidak bisa dianggap sepele. Ia mengandung berbagai makna dan filosofi.  Dia menyirat arti pemaksaan, kekuasaan, kasta, kapitalisme, sosialisme, agama, kesehatan bahkan pendidikan. Ia merupakan cerminan dari berbagai peristiwa dan tuntutan keadilan. Bahkan beberapa revolusi dan kudeta besar dalam sejarah, juga dimulai dari adanya garis pemisah antara toilet mahasiswa dengan toilet dosen.
Apakah anda tahu kenapa Tembok Cina dibangun?
Itu karena Bangsa Tartar suka memakai toilet orang-orang Cina tanpa meminta izin terlebih dahulu!
Lalu apakah anda tahu kenapa Tembok Berlin dihancurkan?
Kalau yang satu ini, tidak ada hubunganya dengan toilet!
Jika anda ingin merenungkan kenapa bangsa ini begitu kacau. Merenunglah di dalam toilet yang ada tulisan WC Khusus Dosen. Bukannya mengajak anda untuk memberontak. Anjuran ini saya berikan agar otak anda dapat bersintesis karena ada aura kecerdasan yang tertinggal di dalam toilet sebelum anda masuk. Aura kecerdasan dosen yang masuk sebelum anda.  Huuuuuuuuuuuuum,,,,… wangiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…………
“Cut!”
“Action!”
Belum sempat aku berfikir jauh, tiba-tiba pintu toilet digedor oleh seseorang.
“Cepetan, donk!”
“Ya, bentar lagi! Tanggung, nih” Jawabku dari dalam. “Kedengarannya seperti suara mahasiswa,” pikirku.
“Ke Iqomah, yuk!”. Terdengar suara yang lain. Mungkin itu temannya.
“Ah, di sana kita juga harus ngantri, “tolak mahasiswa tersebut sambil tetap memilih untuk menunggu.
“Tapi ini khan, Toilet Dosen?”

No comments:

Post a Comment