Friday, 16 October 2015

Neutrality of Science, Benarkah Sains itu Netral?




Ramli Cibro
Bebas nilai sesungguhnya adalah tuntutan yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan agar ilmu pengetahuan yang dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu pengetahuan. Tuntutan dasarnya adalah agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuanm dan karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan pertimbangan lain diluar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dikembangkan hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni.[1]


Maksud dasar dari tuntutan ini adalah agar ilmu pengetahuan tidak tunduk kepada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan sehingga malah mengalami distorsi. Asumsinya selama ilmu pengetahuan, dalam seluruh prosesnya, tunduk kepada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan, baik itu pertimbangan politik, religious maupun moral, ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang secara otonom. Itu berarti, ilmu pengetahuan tunduk kepada otoritas lai diluar ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan kalah terhadap pertimbangan lain dan dengan demikian ilmu pengetahuan menjadi tidak murni sama sekali.[2]
Ahmad Tafsir mempunyai pendapat yang berbeda. Beliau memiliki kecenderungan pragmatis.  Menurut beliau lebih bijaksana untuk mengatakan bahwa Sains itu tidak netral. Netralitas sains dalam pandangan beliau berarti bahwa sains harus diikat dengan nilai-nilai, baik itu nilai-nilai susila maupun nilai-nilai agama. Beliau merincikan bahwa Sains tidak netral ditinjau dari aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi. Dari aspek Ontologi, seorang Saintis tidak boleh mengeluarkan teori-teori Sains yang bertentangan dengan keyakinan yang dianut, begitupun dalam Aspek Epistimologis (cara memperoleh pengetahuan).
Seorang dalam meneliti Jantung misalnya harus mempertimbangkan sisi-sisi manusiawi dimana untuk meneliti jantung, seorang saintis tidak netral akan menggunakan jantung hewan, bukan malah misalnya dengan mengambil jantung gelandangan. Dan proses pengambilan jantung-pun dilakukan dengan mempertimbangkan perasaaan makhluk yang bersangkutan, apakah dengan terlebih dahulu disembelih atau lain-lain.[3]
Yang paling merugikan bagi manusia menurut beliau adalah bila faham sains netral diterapkan pada aspek Aksiologi, dimana orang dapat menggunakan hasil-hasil sains seenaknya tanpa mempertimbangkan kemaslahatan manusia lainnya dan lingkungan.[4]
Kedua padangan tersebut secara radikal sering menimbulkan permasalahan. Pandangan netralitas sains radikal telah bertanggungjawab atas cara-cara perolehan maupun penggunaan sains yang tidak sesuai telah membawa kehancuran pada manusia maupun lingkungan. Pengeboman Hirosima dan Nagasaki misalnya adalah wujud dari penggunaan sains netral. Disamping itu pandangan yang mengatakan sains tidak netral dan harus dikontrol oleh sebuah nilai atau otoritas keagamaan juga telah bertanggung jawab atas kematian tragis yang menimpa Galileo dimana penemuan sains tidak mendapat restu dari otoritas keagamaan.
Untuk menjembatani persoalan ini, A Sonny Keraf dan Michael Dua menuliskan sebuah sintesis dengan membagi pengetahuan kedalam Context of Discovery dan Context of Justification. Menurut keduanya, jika ditinjau dari Context of Discovery atau konteks dimana pengetahuan tersebut ditemukan, maka pengetahuan tidak akan lepas dari sifat-sifat tidak-netral-nya. Sering kali penemuan ilmiah misalnya dipengaruhi oleh diri si penemu, keyakinannya, keadaan masyarakat sekitar serta pihak yang mengotorisasi (mengijinkan atau memerintahkan) si penemu untuk menemukan jawaban dari sebuah persoalan. Ditinjau dari posisi ini mereka mengatakan bahwa Sains itu tidaklah netral. [5]
Apapun jika dilihat dari Context of Justification, atau proses pengujian sebuah temuan ilmiah, maka mereka mengatakan bahwa sains haruslah netral, karena proses pengujian mesti diusahakan seobyektif mungkin agar tercapai kebenaran obyektif. [6]
Namun apapun itu, kenyataan apakah Sains netral atau tidak masih perlu diperdebatkan. Karena, baik dari sisi Ontologi, Epistimologi maupun Aksiologi, Peninjauan Radikal atas Netral atau Tidaknya suatu Sains tetap memiliki Ekses Negatif. Misalnya, mungkin kita tidak akan pernah tahu anatomi tubuh jika tidak ada orang yang Nekat membelah tubuh mayat manusia. Dan kita tidak akan pernah tahu proses kloning dan bayi tabung pada hewan atau manusia jika tidak ada yang berani memulai proyek tabu yang secara moral ini. 


[1] A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, 149.
[2] A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, 150.
[3] Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal 45-55.
[4] Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal 45-55.
[5] Lihat A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, hal 154-158.
[6] Lihat A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, hal 154-158.

No comments:

Post a Comment