![]() |
Buku Islam Nusantara KBA 2017 |
Oleh Ramli Cibro Kamaruzzaman Bustamam Ahmad menulis sebuah buku yang secara komprehensif memuat kerangka meta-teori dari bagaimana seharusnya konsep Islam Nusantara? Buku yang diterbitkan awal tahun 2017 tersebut memiliki judul yang sangat panjang yaitu: Kontribusi Charles Taylor, Syed Muhammad Naquib Al Attas dan Henry Corbin dalam Studi Metafisika dan Metateori Terhadap Islam Nusantara di Indonesia.
Kamaruzzaman memulai kajiannya dengan mengkritik konsep
Islam Nusantara hari ini. Ia menuding bahwa konsep Islam Nusantara telah
dibajak oleh kelompok NU.
Kamaruzzaman menuliskan kritikannya:
“Apa yang menarik dari isu dan isi Islam
Nusantara adalah penggiringan pada satu pola pemahaman yang dianut oleh
kelompok Nahdatul Ulama (NU). Adapun piringan sejarah yang dibawa adalah
Sejarah Wali Songo kemudian kepada K.H Hasyim Asy’ari berikut dengan
tradisi-tradisi pesantren lainnya yang muncul di kalangan NU. Proses pembelokan
sejarah Islam pada pemahaman suatu konsep, lantas digiring pada penguatan
identitas dalam konteks Negara Bangsa inilah yang perlu dicermati secara
mendalam. Sebab varian kehidupan beragama di Indonesia atau di Asia Tenggara,
pada umumnya tidaklah seperti yang dilakukan oleh NU. Selama ini usaha untuk
menggiring tradisi pada proses konseptualisasi identitas, memang kerap
dilakukan oleh NU. Dulu ketika ada konsep Islam Post-Tradisional, sarjana dari
NU juga paling gencar maju ke depan, untuk memperkenalkannya. Hal yang sama
dilakukan adalah merujuk pada karya-karya Abdurrahman Wahid. Saat ini ketika
Islam Nusantara menjadi salah satu mainstream di dalam menjelaskan
keislaman di Indonesia, para pengusungnya, juga merujuk pada karya Abdurrahman
Wahid, yaitu konsep pribumisasi Islam. Ketika muncul mengenai perdebatan Islam
Liberal di Indonesia, pada sarjana NU juga melakukan hal yang sama, yaitu kerap
mengusung Abdurrahman Wahid sebagai salah satu eksponennya.
Dengan kata lain,
kebersatuan Islam di dalam persenyawaaan Islam di Nusantara, bukan karena
diinginkan atau daya tarik magnet Jawa, melainkan alam Nusantara yang menginginkan
Islam berada di atasnya. Sehingga bawaan Islam yang berisi sekian ajaran
melekat di atas tanah Nusantara. Dalam hal ini, daya tarik Nusantara bukan daya
tarik Jawa, karena sistem kosmik Islam belumlah menyatu di dalam kehidupan Jawa
secara utuh. Hal ini disebabkan kekuatan spirit Jawa ada pada konstruksi
kebatinan yang dikenal dengan istilah Kejawen. Ada yang menyebutkan
bahwa ciri khas utama agama Kejawen ialah adanya perpaduan antara
animisme, agama Hindu dan Budha. Disebutkan pula pengaruh agama Islam dan
Kristen tampak pula.
Bersambung....
No comments:
Post a Comment